Presiden Suriah Pidato Hari ini, Beberkan Kondisi Terkini WargaNews-Damaskus - Presiden Suriah, Bashar al-Assad hari ini, Senin (20/6) menyampaikan pidato kepada rakyat Suriah dan membahas "situasi terkini" di negara ini.

Presiden Suriah Bashar al-Assad, Senin (20/6) menyampaikan pidato kepada rakyat pada saat pasukannya menyisir wilayah utara-barat perbatasan dengan Turki dan mencegat pengungsi yang melarikan diri dari penindasan militer terhadap aksi protes menentang pemerintahan otoriter.

Kantor berita resmi Suriah, SANA melaporkan bahwa Assad akan membeberkan "situasi saat ini" dalam pidato pertamanya di negara itu sejak 16 April dan yang ketiga sejak awal pemberontakan rakyat di selatan dataran Horan pada 18 Maret lalu.

Pihak oposisi Suriah, Suheir Atassi mengatakan "kita meminta Assad dalam berpidato hari ini untuk berhati-hati menghadapi warga Suriah yang bebas dan jelas dalam tuntutannya: untuk menggulingkan Bashar al-Assad."

Duta Besar Suriah untuk Washington mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa pemerintah akan membedakan antara tuntutan yang sah dari pengunjuk rasa dan tuntutan kelompok-kelompok bersenjata, Assad akan membahas semua masalah ini dalam sambutannya.

Lebih dari sepuluh ribu orang dari perbatasan Suriah telah mengungsi ke Turki dan sepuluh ribu lainnya mengungsi di wilayah dekat perbatasan di dalam wilayah Suriah di perkebunan Zaitun dan persawahan di sekitar kota Jisr al-Shughour, menurut pejabat Turki.

Tentara Suriah ditempatkan di daerah perbatasan untuk mencegah penduduk yang ketakutan melarikan diri melintasi perbatasan ke Turki, kata Ammar Qurabi, aktivis Suriah untuk membela hak asasi manusia kepada Reuters.

Dia juga menuduh pasukan pro-pemerintah menyerang orang-orang yang mencoba untuk membantu para pengungsi selama pelarian mereka.

Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Turki berjanji untuk menjaga perbatasan Turki tetap terbuka untuk pengungsi dan menggambarkan penindasan pemerintah Suriah sebagai tindakan "brutal". (*/amh)


by:wartanews.com

Sastra Jawa (budaya)

Posted on 23.57
Jawa Timur adalah propinsi tempat kediaman asal dua suku bangsa besar, yaitu Jawa dan Madura, dengan tiga sub-etnik yang memisahkan diri dari rumpun besarnya seperti Tengger di Probolinggo, Osing di Banyuwangi dan Samin di Ngawi. Dalam sejarahnya kedua suku bangsa tersebut telah lebih sepuluh abad mengembangkan tradisi tulis dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pengalaman estetik mereka. Kendati kemudian, yaitu pada akhir abad ke-18 M, masing-masing menggunakan bahasa yang jauh berbeda dalam penulisan kitab dan karya sastra – Jawa dan Madura – akan tetapi kesusastraan mereka memiliki akar dan sumber yang sama, serta berkembang mengikuti babakan sejarah yang sejajar. Pada zaman Hindu kesusastraan mereka satu, yaitu sastra Jawa Kuno yang ditulis dalam bahasa Kawi dan aksara Jawa Kuno. Setelah agama Islam tersebar pada abad ke-16 M bahasa Jawa Madya menggeser bahasa Jawa Kuno. Pada periode ini dua aksara dipakai secara bersamaan, yaitu aksara Jawa yang didasarkan tulisan Kawi dan aksara Arab Pegon yang didasarkan huruf Arab Melayu (Jawi).Pigeaud (1967:4-7) membagi perkembangan sastra Jawa secara keseluruhan ke dalam empat babakan: (1) Zaman Hindu berlangsung pada abad ke-9 - 15 M. Puncak perkembangan sastra pada periode ini berlangsung pada zaman kerajaan Kediri (abad ke-11 dan 12 M, dilanjutkan dengan zaman kerajaan Singosari (1222-1292 M) dan Majapahit (1292-1478 M); (2) Zaman Jawa-Bali pad abad ke-16 - ke-19 M. Setelah Majapahit diruntuhkan kerajaan Demak pada akhir abad ke-15 M, ribuan pengikut dan kerabat raja Majapahit pindah ke Bali. Kegiatan sastra Jawa Kuno dilanjutkan di tempat tinggal mereka yang baru ini; (3) Zaman Pesisir berlangsung pada abad ke-15 -19 M. Pada zaman ini kegiatan sastra berpindah ke kota-kota pesisir yang merupakan pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam; (4) Zaman Surakarta dan Yogyakarta berlangsung pada abad ke-18 - 20 M. Pada akhir abad ke-18 M di Surakarta, terjadi renaisan sastra Jawa Kuno dipelopori oleh Yasadipura I. Pada masa itu karya-karya Jawa Kuno digubah kembali dalam bahasa Jawa Baru. Lebih kurang tiga dasawarsa kemudian, karya Pesisir juga mulai banyak yang disadur atau dicipta ulang dalam bahasa Jawa Baru di kraton Surakarta.



Perkembangan sastra Jawa



Khazanah sastra zaman Hindu dan Islam Pesisir – dua zaman yang relevan bagi pembicaraan kita — sama melimpahnya. Keduanya telah memainkan peran penting masing-masing dalam kehidupan dalam masyarakat Jawa dan Madura. Pengaruhnya juga tersebar luas tidak terbatas di Jawa, Bali dan Madura. Karya-karya Pesisir ini juga mempengaruhi perkembangan sastra di Banten, Palembang, Banjarmasin, Pasundan dan Lombok (Pigeaud 1967:4-8). Di antara karya Jawa Timur yang paling luas wilayah penyebarannya ialah siklus Cerita Panji. Versi-versinya yang paling awal diperkirakan ditulis menjelang runtuhnya kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-15 M (Purbatjaraka, 1958). Cerita mengambil latar belakang di lingkungan kerajaan Daha dan Kediri. Versi roman ini, dalam bahasa-bahasa Jawa, Sunda, Bali, Madura, Melayu, Siam, Khmer dan lain-lain, sangat banyak. Dalam sastra Melayu terdapat versi yang ditulis dalam bentuk syair, yang terkenal di antaranya ialah Syair Ken Tambuhan dan Hikayat Andaken Penurat.Tetapi bagaimana pun juga yang dipandang sebagai puncak perkembangan sastra Jawa Kuno ialah kakawin seperti Arjuna Wiwaha (Mpu Kanwa), Hariwangsa (Mpu Sedah), Bharatayudha (Mpu Sedah dan Mpu Panuluh), Gatotkacasraya (Mpu Panuluh), Smaradahana (Mpu Dharmaja), Sumanasantaka (Mpu Monaguna), Kresnayana (Mpu Triguna), Arjunawijaya (Mpu Tantular), Lubdhaka (Mpu Tanakung); atau karya-karya yang ditulis lebih kemudian seperti Negarakertagama (Mpu Prapanca), Kunjarakarna, Pararaton, Kidung Ranggalawe, Kidung Sorandaka, Sastra Parwa (serial kisah-kisah dari Mahabharata) dan lain-lain (Zoetmulder 1983: 80-478). Apabila sumber sastra Jawa Kuno terutama sekali ialah sastra Sanskerta, seperti diperlihatkan oleh puitika dan bahasanya yang dipenuhi kosa kata Sanskerta; sumber sastra Pesisir ialah sastra Arab, Parsi dan Melayu. Bahasa pun mulai banyak meminjam kosa kata Arab dan Parsi, terutama yang berhubungan dengan konsep-konsep keagamaan.Kegiatan sastra Pesisir bermula di kota-kota pelabuhan Gresik, Tuban, Sedayu, Surabaya, Demak dan Jepara. Di kota-kota inilah komunitas-komunitas Muslim Jawa yang awal mulai terbentuk. Mereka pada umumnya terdiri dari kelas menengah yang terdidik, khususnya kaum saudagar kaya. Dari kota-kota ini kegiatan sastra Pesisir menyebar ke Cirebon dan Banten di Jawa Barat, dan ke Sumenep dan Bangkalan di pulau Madura. Pengaruh sastra Pesisir ternyata tidak hanya terbatas di pulau Jawa saja. Disebabkan mobilitas para pedagang dan penyebar agama Islam yang tinggi, kegiatan tersebut juga menyebar ke luar Jawa seperti Palembang, Lampung, Banjarmasin dan Lombok. Pada abad ke-18 dan 19 M, dengan pindahnya pusat kebudayaan Jawa ke kraton Surakarta dan Yogyakarta, kegiatan penulisan sastra Pesisir juga berkembang di daerah-daerah Surakarta dan Yogyakara, serta tempat lain di sekitarnya seperti Banyumas, Kedu, Madiun dan Kediri (Pigeaud 1967:6-7).Khazanah sastra Pesisir tidak kalah melimpahnya dibanding khazanah sastra Jawa Kuno. Khazanah tersebut meliputi karya-karya yang ditulis dalam bahasa Jawa Madya, Madura dan Jawa Baru, dan dapat dikelompokkan menurut jenis dan coraknya sebagaimana pengelompokan dalam sastra Melayu Islam, seperti berikut. (1) Kisah-kisah berkenaan dengan Nabi Muhammad s.a.w; (2) Kisah para Nabi, di Jawa disebut Serat Anbiya’. Dari sumber ini muncul kisah-kisah lepas seperti kisah Nabi Musa, Kisah Yusuf dan Zuleikha, Kisah Nabi Idris, Nuh, Ibrahim, Ismail, Sulaiman, Yunus, Isa dan lain-lain; (3) Kisah Sahabat-sahabat Nabi seperti Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib; (4) Kisah Para Wali seperti Bayazid al-Bhiztami, Ibrahim Adam dan lain-lain; (5) Hikayat Raja-raja dan Pahlawan Islam, seperti Amir Hamzah, Muhammad Hanafiah, Johar Manik, Umar Umayya dan lain-lain. Dalam sastra Jawa, Madura dan Sunda disebut Serat Menak, serial kisah para bangsawan Islam; (6) Sastra Kitab, uraian mengenai ilmu-ilmu Islam seperti tafsir al-Qur’an, hadis, ilmu fiqih, usuluddin, tasawuf, tarikh (sejarah), nahu (tatabahasa Arab), adab (sastra Islam) dan lain-lain, dengan menggunakan gaya bahasa sastra; (7) Karangan-karangan bercorak tasawuf. Dalam bentuk puisi karangan seperti itu di Jawa disebut suluk. Tetapi juga tidak jarang dituangkan dalam bentuk kisah perumpamaan atau alegori. Dalam bentuk kisah perumpamaan dapat dimasukkan kisah-kisah didaktis, di antaranya yang mengandung ajaran tasawuf; (7) Karya Ketatanegaraan, yang menguraikan masalah politik dan pemerintahan, diselingi berbagai cerita; (8) Karya bercorak sejarah; (9) Cerita Berbingkai, di dalamnya termasuk fabel atau cerita binatang; (10) Roman, kisah petualangan bercampur percintaan; (11) Cerita Jenaka dan Pelipur Lara. Misalnya cerita Abu Nuwas (Ali Ahmad dan Siti Hajar Che’ Man:1996; Pigeaud I 1967:83-7 ).Yang relevan untuk pembicaraan ini ialah no. 6, karangan-karangan bercorak tasawuf dan roman yang sering digubah menjadi alegori sufi. Karangan-karangan bercorak tasawuf disebut suluk dan lazim ditulis dalam bentuk puisi atau tembang. Jumlah karya jenis ini cukup melimpah. Contohnya ialah Kitab Musawaratan Wali Sanga, Suluk Wali Sanga, Mustika Rancang, Suluk Malang Sumirang, Suluk Aceh, Suluk Walih, Suluk Daka, Suluk Syamsi Tabris, Suluk Jatirasa, Suluk Johar Mungkin, Suluk Pancadriya, Ontal Enom (Madura), Suluk Jebeng dan lain-lain. Termasuk kisah perumpamaan dan didaktis ialah Sama’un dan Mariya, Masirullah, Wujud Tunggal, Suksma Winasa, Dewi Malika, Syeh Majenun (Pigeaud I: 84-88). Agak mengejutkan juga karena dalam kelompok ini ditemukan kisah didaktis berjudul Bustan, yang merupakan saduran karya penyair Parsi terkenal abad ke-13 M, Syekh Sa’di al-Syirazi, yang petikan sajak-sajaknya dalam bahasa Persia terdapat pada makam seorang muslimah Pasai, Naina Husamuddin yang wafat pada abad ke-14M.Dalam khazanah sastra Pesisir juga didapati karya ketatanegaraan dan pemerintahan seperti Paniti Sastra dan saduran Tajus Salatin karya Bukhari al-Jauhari (1603) dari Aceh. Saduran Taj al-Salatin dalam bahasa Jawa ini ditulis dalam bentuk tembang. Karya-karya kesejarahan tergolong banyak. Di antaranya ialah Babad Giri, Babad Gresik, Babad Demak, Babad Madura, Babad Surabaya, Babad Sumenep, Babad Besuki, Babad Sedayu, Babad Tuban, Kidung Arok, Juragan Gulisman (Madura) dan Kek Lesap (Madura). Ada pun roman yang populer di antaranya ialah Cerita Mursada, Jaka Nestapa, Jatikusuma, Smarakandi, Sukmadi, sedangkan dari Madura ialah Tanda Anggrek, Bangsacara Ragapadmi dan Lanceng Prabhan (Ibid). Karya-karya Pesisir lain dari Madura yang terkenal ialah Caretana Barakay, Jaka Tole, Tanda Serep, Baginda Ali, Paksi Bayan, Rato Sasoce, Malyawan, Serat Rama, Judasan Arab, Menak Satip, Prabu Rara, Rancang Kancana, Hokomollah, Pandita Rahib, Keyae Sentar, Lemmos, Raja Kombhang, Sesigar Sebak, Sokma Jati, Rato Marbin, Murbing Rama, Barkan, Malang Gandring, Pangeran Laleyan, Brangta Jaya dan lain-lain.Penulis-penulis Pesisir yang awal pada umumnya ialah para wali dan ahli tasawuf terkemuka seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Panggung dan Syekh Siti Jenar. Yang amat disayangkan ialah karena dalam daftar yang terdapat dalam katalog-katalog naskah Jawa Timur, nama pengarang dan penyalin teks jarang sekali disebutkan. Namun sejauh mengenai teks-teks dari Madura, terdapat beberapa nama pengarang terkenal pada abad ke-17 – 19 M yang dapat dicatat. Misalnya Abdul Halim (pengarang Tembang Bato Gunung), Mohamad Saifuddin (pegarang Serat Hokomolla dan Nabbi Mosa), Ahmad Syarif, R. H. Bangsataruna, Sasra Danukusuma, Umar Sastradiwirya dan lain-lain (Abdul Hadi W. M. 1981).Kajian terhadap karya Jawa Kuna telah banyak dilakukan baik oleh sarjana Indonesia maupun asing, sedangkan karya Pesisir masih sangat sedikit yang memberi perhatian. Padahal pengaruh karya Pesisir itu tidak kecil terdahap kebudayaan masyarakat Jawa Timur. Pengaruh tersebut meliputi bidang-bidang seperti metafisika, kosmologi, etika, psikologi dan estetika, karena yang diungkapkan karya-karya Pesisir itu mencakup persoalan-persoalan yang dibicarakan dalam bidang-bidang tersebut.



Original post by Dr.Abdul Hadi W. M.(Dosen ICAS-Jakarta, Universitas Paramadina & Univ.Indonesia)

Tinggi, Minat Warga Yunani ke Bali

Posted on 03.16
LONDON, KOMPAS.com — Minat masyarakat Yunani berlibur ke Indonesia cukup tinggi dengan banyaknya yang datang ke stan Indonesia dalam pameran pariwisata The 5th Summer Holidays Expo 2011 di Helexpo Palace, Athena, yang diadakan selama tiga hari, 20-22 Mei 2011.

Pameran yang diselenggarakan Helexpo dan Greek Tourism Organization ini bertujuan memberikan informasi kepada pengunjung mengenai tujuan wisata serta paket wisata yang menarik untuk berlibur di musim panas. Demikian disampaikan Juru Bicara KBRI Athena Widya Sinedu kepada Antara London, Senin (23/5/2011).

KBRI Athena, menggandeng travel agent terbesar di Yunani, Versus Travel, aktif memasarkan tujuan wisata Indonesia dengan menawarkan paket Yogyakarta dan Bali selama 12 hari dengan harga mulai dari 1.000 euro, termasuk tiket pergi pulang, akomodasi, sarapan, dan penjemputan dari bandara-hotel bagi pembeli yang datang ke pameran.

Pameran yang diikuti 100 peserta, di antaranya dari provinsi dan kota di Yunani serta pelaku usaha wisata dan agen perjalanan, hotel, perusahaan penerbangan, kapal pesiar, serta media elektronik dan cetak itu dimanfaatkan negara lainnya, termasuk Indonesia, Laos, Myanmar, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Tunisia untuk memperkenalkan keunggulan obyek wisata.

Partisipasi Indonesia dalam pameran yang dikunjungi puluhan ribu warga Yunani maupun warga asing lainnya di Yunani itu dalam upaya mempromosikan berbagai tujuan wisata Indonesia serta barang seni dan budaya Nusantara.

Ketua Penyelenggara Helexpo Paris Mavridis dan Sekretaris Jenderal Greek National Tourism Organization Kementerian Pariwisata Yunani Georgios Koletsos seusai membuka pameran melakukan kunjungan ke sejumlah stan, termasuk Indonesia yang menarik perhatiannya karena keunikan dekorasi dan penataannya.

Dubes RI Ahmad Rusdi menilai, pameran ini merupakan ajang yang sangat penting, baik bagi pelaku industri pariwisata, tour operator melakukan transaksi, maupun pengunjung yang memesan paket wisata.

Kendati Yunani tengah dilanda krisis, animo warga setempat untuk berlibur tetap tinggi. Hal ini terlihat dari antusiasme pengunjung mencari informasi mengenai tempat menarik untuk dikunjungi di musim liburan tahun ini.

Banyak stan dari pulau-pulau di wilayah Yunani yang secara profesional mempromosikan potensi, keunikan, dan keragaman obyek wisata di tiap-tiap daerah secara terintegrasi dan menjadi daya tarik tersendiri dari pameran tersebut. Hal ini menunjukkan gencarnya promosi wisata yang dilakukan di negara berpenduduk 11 juta jiwa tersebut, yang setiap tahun menarik sekitar 15 juta pelancong asing.

Daya tarik kegiatan ini benar-benar dimanfaatkan KBRI untuk berpartisipasi dan mempromosikan obyek wisata di Tanah Air yang lebih kaya akan ragam budaya dan obyek wisata. Stan dimeriahkan dengan berbagai poster top destinasi terkait aktivitas pariwisata, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Maluku, Sulawesi, sampai Papua.

KBRI memanfaatkan kegiatan ini untuk membagikan berbagai brosur, leaflet, CD-rom, syal batik, bros bertuliskan "Visit Wonderful Indonesia", dan penayangan film tentang keindahan alam Indonesia dari Direktorat Jenderal Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Alunan musik gamelan Bali mampu menciptakan suasana Indonesia, yang dilengkapi dengan fasilitas meeting room dengan koleksi buku bacaan informasi mengenai visa dan hal-hal praktis lain yang dibutuhkan, baik kondisi umum budaya, masyarakat dan alamnya, maupun keamanan di Indonesia.

Keris dan wayang jadi daya tarik

Pada stan yang bernuansa khas Indonesia, KBRI memajang berbagai ornamen dan kerajinan dari sejumlah daerah. Ini menjadi daya tarik dan menimbulkan minat masyarakat untuk berkunjung ke stan Indonesia. Berbagai ornamen ditampilkan, seperti 5 bilah keris, 3 pasang wayang dengan taplak batik, dan seperangkat angklung yang mendapat pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya dunia nonbenda.

Selain itu, stan KBRI juga dihiasi gamelan mini, burung jatayu yang menjadi ikon pameran dan daya tarik bagi pengunjung yang ingin berfoto, termasuk furnitur Indonesia yang menjadi komoditas ekspor ke Yunani, payung Bali, dan tanaman asal Indonesia seperti palem dan bunga kantong semar yang menambah semaraknya suasana dan bernuansa sejuk.

Partisipasi Indonesia dalam pameran ini merupakan yang pertama kalinya, yang sebelumnya diadakan di kota Thessaloniki, yang cukup jauh dari Athena, dengan jumlah penduduk tidak sebesar Athena yang berpenduduk 5 juta jiwa, lebih berpotensi sebagai tempat ajang promosi budaya dan pariwisata.

Kehadiran Indonesia mendapat sambutan positif dari masyarakat setempat mengingat banyaknya pengunjung yang memadati anjungan KBRI menyatakan pernah berkunjung ke Indonesia, terutama Bali dan Lombok, dan ingin mengunjungi daerah wisata lainnya.

Yunani yang sama-sama negara kepulauan mengandalkan pariwisata pantai dan laut. Indonesia perlu memperkenalkan aktivitas dan produk pariwisata lainnya yang dapat menarik minat wisatawan Yunani.

KBRI mempromosikan tiga warisan budaya tak benda Indonesia, seperti tari Bali, noken Papua, dan best practices of Taman Mini Indonesia Indah dalam upaya pengakuan UNESCO sebagai World Intangible Cultural Heritage.

Pameran yang diselenggarakan menjelang musim panas ini merupakan ajang promosi pariwisata bagi warga Yunani secara khusus datang ke pameran mendapatkan informasi daerah tujuan wisata untuk mereka berlibur di musim panas.

Diharapkan melalui promosi yang dilakukan KBRI, masyarakat Yunani dapat menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisata di musim panas tahun ini. Keikutsertaan Indonesia pada pameran ini mendapat liputan yang cukup luas, baik oleh media cetak maupun elektronik, terutama majalah travel setempat.

Samosir, Kabupaten Bervisi Pariwisata

Posted on 03.13
JAKARTA, KOMPAS.com — Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, bisa dibilang satu dari sedikit kabupaten di Indonesia yang bervisi pariwisata sebagai sektor ekonomi. Kabupaten Samosir merupakan kabupaten berusia muda, baru ada sejak 2004, hasil pemekaran Toba Samosir.

"Kami menganalisa potensi dan kondisi kami. Hasilnya, untuk mengembangkan ekonomi, satu-satunya lewat sektor pariwisata karena modalnya ada," ungkap Bupati Samosir Mangindar Simbolon kepada Kompas.com di sela-sela acara Gebyar Wisata & Budaya Nusantara di JCC Jakarta, Kamis (26/5/2011).

Modal tersebut adalah alam, budaya, dan lingkungan. Menurut Mangindar, alam Samosir sangat indah. Dari sisi budaya, lanjutnya, Samosir penuh peninggalan suku Batak karena Samosir adalah asal muasal suku Batak.

Dari faktor lingkungan, Samosir cocok untuk olahraga paralayang dan olahraga air. Apalagi Pulau Samosir terletak di tengah Danau Toba. Danau Toba adalah air tawar terluas di Asia Tenggara.

"Kedalaman rata-rata 500 meter. Paling dalam bisa 900 meter. Jadi, banyak olahraga air bisa dikembangkan di sana. Berenang sampai menyelam," ungkap Mangindar. Menurut dia, untuk wisata petualangan seperti cross country dan extreme trail-mania juga cocok serta berskala internasional.

Ia menuturkan, masyarakat Kabupaten Samosir sebenarnya memiliki semangat dan siap menjadi kabupaten bervisi pariwisata.

"Pariwisata di Danau Toba sudah mulai sejak 1970-an. Ini industri pariwisata yang terjadi secara alamiah. Harus kami akui memang masih sebatas semangat," ungkap Mangindar. Ia menambahkan, masyarakat masih perlu ditingkatkan kesadarannya walaupun mereka sudah setuju untuk mengembangkan pariwisata di daerahnya.

"Misalnya salah satunya keramahan itu saya akui harus dibenahi. Mereka keras karakternya walaupun secara pribadi baik. Tetapi kesan pertama itu penting. Casing perlu disesuaikan," jelasnya.

Karena mayoritas masyarakat beragama Kristen, pendekatan lainnya adalah melalui para tokoh agama. "Mengaitkan sadar wisata, yaitu seperti kebersihan dan keramahan, itu juga sebenarnya bagian dari iman," katanya.

Selain itu, kata Mangindar, secara jangka panjang pihaknya memasukkan pariwisata dalam muatan lokal sekolah. "Kita ubah sedikit kebiasaan itu agak susah. Karena itu, sejak kecil dimasukkan nilai-nilai itu. Kami juga mendirikan SMK di bidang pariwisata. Sekolah ini baru tiga tahun. Tahun ini tahun pertama lulusannya," katanya.

Kabupaten Samosir akan mengandalkan pariwisata dan agrobisnis. Mangindar menuturkan, pariwisata memang baru berdampak jangka panjang.

"Jangka pendeknya pertanian. Pertanian juga bisa jadi ikon pariwisata, tetapi harus dibuat lebih ramah lingkungan. Kami dorong mereka dengan memberikan bantuan pupuk organik," katanya.

Pengembangan wisata lainnya adalah dengan dibentuknya desa wisata. Namun Mangindar mengakui saat ini desa wisata masih dalam tahap percontohan.

Sejarah Bahasa Indonesia

Posted on 23.48
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia adalah bahasa kerja (working language).

Dari sudut pandang linguistika, bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun saat ini dipahami oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia tidak menduduki posisi sebagai bahasa ibu bagi mayoritas penduduknya. Sebagian besar warga Indonesia berbahasa daerah sebagai bahasa ibu. Penutur bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Namun demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di surat kabar, media elektronika, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Fonologi dan tata bahasa bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.


Sejarah

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.

Kerajaan Sriwijaya (dari abad ke-7 Masehi) memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuno) sebagai bahasa kenegaraan. Hal ini diketahui dari empat prasasti berusia berdekatan yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu. Pada saat itu bahasa Melayu yang digunakan bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta. Sebagai penguasa perdagangan di kepulauan ini (Nusantara), para pedagangnya membuat orang-orang yang berniaga terpaksa menggunakan bahasa Melayu, walaupun secara kurang sempurna. Hal ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal, yang secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti. Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila, Pulau Luzon, berangka tahun 900 Masehi juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.

Kajian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan. Sayang sekali, bahasa Melayu Kuno tidak meninggalkan catatan dalam bentuk kesusasteraan meskipun laporan-laporan dari Tiongkok menyatakan bahwa Sriwijaya memiliki perguruan agama Buddha yang bermutu.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Bentuk bahasa ini lebih halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.[rujukan?]

Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Promosi bahasa Melayu dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Pada periode ini mulai terbentuklah "bahasa Indonesia" yang secara perlahan terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.

Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.

Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago bahwa "penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda."

Jan Huyghen van Linschoten di dalam bukunya Itinerario menuliskan bahwa "Malaka adalah tempat berkumpulnya nelayan dari berbagai negara. Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang menguntungkan, menjadi bandar yang utama di kawasan tenggara Asia, bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh."

Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : "Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."

Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.

Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia

Perinciannya sebagai berikut:

1. Tahun 1896 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[9]
4. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
5. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
10. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
11. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
13. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
14. Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
15. Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Posted by Abdi at Tuesday, November 17, 2009
Labels: Pengetahuan Umum

mengenal budaya minahasa

Posted on 23.43
Rumah Tradisional Minahasa

Sebuah rumah keluarga, kelompok terkecil di masyarakat Minahasa disebut Awu. Bahkan makna yang abu, juga digunakan dalam arti dapur. Sampai saat ini masih banyak tempat memasak ditemukan di Minahasa yang terbuat dari kayu atau bambu diisi dengan tanah atau abu.

Berkaitan dengan masyarakat, maka istilah Awu dipakai untuk satu unit keluarga (rumah tangga) dan digunakan untuk menentukan jumlah penduduk di desa. Dalam masyarakat Minahasa kuno semua keluarga, menikah atau belum menikah, tinggal di salah satu rumah besar dengan bentuk sebuah Bangsal yang didirikan di atas tiang-tiang tinggi. Bangunan di atas tiang tinggi untuk keamanan alasan.

Ketika Prof Reinwardt mengunjungi Tondano pada tahun 1821 ia masih melihat rumah-rumah yang tiang bisa dipeluk oleh dua orang dewasa. Kemudian dalam laporan Dr Bleeker pada tahun 1855 ia menulis bahwa desa-desa di Minahasa yang dibangun di atas tiang-tiang tinggi dan besar, dan diduduki oleh empat dari keluarga yang sama bersama-sama.

Menurut ketentuan tradisional, jika salah satu anggota keluarga dewasa membangun rumah tangga baru, maka rumah tangga baru akan mendapatkan kamar terpisah di keluarga pria atau wanita. Ruang yang dipisahkan dilengkapi dengan satu tempat sendiri untuk memasak, yang berarti bahwa penghuni itu independen. Ruangan untuk memasak disebut AWU. Awu akhirnya adalah ditafsirkan rumah tangga. Untuk alasan itulah orang-orang yang sudah menikah sering disebut Ka Awu (Ka = teman, saudara).

Anggota Awu terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.

Tondano sebelum 1880 © Het Geheugen van Nederland

Kepala Awu adalah Ama (ayah) dan ketika ia mati kemudian Ina (ibu) menggantikan dia. Fungsi kepala di tangan ayah di sini tidak berarti bahwa ia memiliki otoritas tanpa syarat di tangannya dalam organisasi rumah tangga. Berikut posisi kepala bersandar lebih ke arah makna bahwa ada rumah tangga dan kewajiban membela rumah tangga terhadap serangan dari luar. Sebagaimana ditetapkan oleh tradisi untuk pengelolaan rumah tangga Ama dan Ina wajib untuk membuat keputusan dan menetapkan kebijakan dalam musyawarah.

Dari perkawinan sebuah keluarga besar dibentuk yang mencakup beberapa Bangsal. Menurut adat, seorang Bangsal baru harus dibangun bersebelahan dengan Bangsal tua. Ini untuk kepentingan manajemen kedua belah pihak ', keamanan, dan masalah dengan lahan pertanian mereka saling. Sebuah kompleks bangsals seperti yang ditempati oleh penduduk yang memiliki hubungan keluarga disebut Taranak. Taranak kepemimpinan dipegang oleh Ama dari keluarga dan disebut Tu'ur. Tugas utama adalah untuk melestarikan Tu'ur ketentuan tradisional, mencakup hubungan antara Awu, mengatur cara-cara untuk memanfaatkan lahan pertanian yang dimiliki bersama, mengatur perkawinan antara anggota Taranak, hubungan antara Awu dan Taranak sampai dengan mencoba dan menghukum Anggota yang bersalah dari apa pun. Tetapi, apa pun yang dilakukan oleh dia, jika berkaitan dengan keamanan dan prestise dari Taranak, dia selalu akan meminta pendapat dari anggota Taranak, karena itu juga merupakan cadangan tradisional.

Berbeda dengan tingkat Awu di mana manajemen berada di tangan Ama dan Ina bersama-sama, pada tingkat Taranak peran Ina tidak terlalu menonjol. Taranak, Roong / Wanua, Walak

Pernikahan antara anggota Taranak membuat Taranaks baru. Bangsals mulai muncul dalam kelompok, membentuk kompleks yang semakin menjadi lebih luas. Batas-batas dari Taranak sebagai komunitas hukum mulai menjadi kabur, dan arti dari sebuah Taranak sebagai suatu kesatuan menjadi lebih abstrak. Jadi sebagai alat identifikasi para penghuni kompleks Bangsal, sebuah unit teritorial digunakan. Dengan kata lain fungsi identifikasi mulai bergeser dari bentuk hubungan darah untuk suatu bentuk penyelesaian. [Klik untuk memperbesar] Pemilihan Ukung 1900


Sebagai hasil dari proses ini sebuah komplek bangsals diciptakan dalam unit yang disebut Ro'ong atau Wanua. wilayah hukum yang Wanua meliputi kompleks Bangsal sendiri dan wilayah pertanian dan perburuan sekitarnya yang merupakan milik bersama dari penghuni Ro'ong atau Wanua. Kepala dari Ro'ong atau Wanua disebut Ukung yang berarti kepala atau pemimpin. Untuk pengelolaan wilayah tersebut, Ro'ong atau Wanua dibagi dalam beberapa bagian yang disebut Lukar. Pada awalnya ini Lukar bersandar terhadap keamanan, tetapi akhirnya Lukar digantikan menjadi jaga (satpam).

Sampai hari ini di beberapa tempat di Minahasa kata Lukar masih digunakan dalam arti seseorang yang merawat keamanan di desa atau di rumah kepala desa.

Sebuah Ukung juga memiliki asisten yang disebut Meweteng. Tugas mereka pada awalnya adalah untuk membantu Ukung mengatur pembagian kerja dan pembagian hasil Ro'ong / Wanua. distribusi Hal ini sesuai dengan yang telah disepakati bersama.

Selain itu Ukung juga memiliki seorang asisten yang berfungsi sebagai penasihat, terutama dalam hal-hal yang sulit berkaitan dengan tradisi. Penasehat seperti ini tua-tua yang dihormati dan dihormati dan yang dianggap sebagai bijaksana, yang tidak tercemar dan yang examplary di Wanua, mereka bernama Pa Tu'usan (yang telah menjadi contoh).

Ro'ong / Wanua meningkat dari waktu ke waktu menjadi beberapa Wanua tertentu yang akhirnya disebut Walak. Paesa Dalam Deken

Manado Fighter 1880 © Het Geheugen van Nederland

pemimpin Minahasa selama berabad-abad berdasarkan keputusan mereka melalui konferensi atau Paesa Dalam Deken (tempat untuk menyatukan pendapat). Dari namanya dapat jelas terlihat bahwa semua keputusan yang dibuat adalah hasil dari konferensi.

Faktor dominan yang sering menentukan dalam pengambilan keputusan adalah pendapat pemimpin. Ini menjadi adat menyebutkan bahwa di setiap akhir pendapatnya, pemimpin selalu berbicara: "Dai Kua?" (Itu tidak begitu) dan? Hampir selalu jawaban dari anggota adalah: "Taintu" (begitulah). Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pendapat pemimpin adalah pendapat sebagian besar anggota.

Itu adalah kewajiban bahwa semua ketentuan yang telah ditentukan harus diikuti melalui meskipun mereka tidak disetujui oleh beberapa anggota. Sanksi atas penolakan dari Paesa Dalam Deken sangat berat, yaitu: dibuang dari masyarakat. hukuman ini sangat berat karena tidak ada salah satu Taranak akan peduli nasib terdakwa. Jika ia menjadi sasaran musuh, ia tidak bisa berharap untuk mendapatkan bantuan dari siapa pun. Ini adalah bahwa ketentuan ini merupakan kewenangan kepala / tu'a di Minahasa kuno.

Namun, ketika pemimpin mengambil langkah-langkah yang sesuai tidak dengan ketentuan tradisional atau masyarakat terganggu maka anggota masyarakat akan menghancurkan dia dengan sekuat mereka. Ini telah ditunjukkan oleh orang-orang Minahasa ketika berhadapan dengan kepala Walak. Melalui tekanan dari masyarakat, Compagnie (VOC) dengan semua wewenang mereka membungkuk dan menyetujui penggantian posisinya.

Pada tahun 1679 Padtbrugge wrote:

"Selain dari konferensi resmi yang dipimpin oleh Ukung yang ada juga konferensi lain orang Minahasa Dan keputusan hanya dapat dilakukan berdasarkan suara mayoritas, tanpa mempertimbangkan perbedaan dan pengecualian para peserta.; Dalam hal ini mereka tidak akan berubah, dan tidak ada kekuatan apapun di dunia yang dapat menggeser mereka inci, bahkan jika itu akan menyebabkan mereka kehilangan dan akan membawa mereka kehancuran. "

Apa yang dimaksud itu, konferensi yang diselenggarakan di luar oleh Ukung, apakah keputusan atau kebijakan Ukung, yang dianggap oleh mayoritas anggota masyarakat, yang kompatibel dengan ketentuan khusus, adat dan tradisi saat ini. Sumber stubornness mereka untuk mempertahankan keputusan konferensi, adalah keyakinan bahwa para dewa berada di samping mereka. Dalam kasus seperti ini Ukung sudah dianggap melanggar peraturan para dewa. Keputusan yang mereka ambil, dan itu sudah tertutup oleh sumpah, ini ditafsirkan sebagai sesuatu yang sudah diserahkan kepada dewa yang selalu disebut dalam sumpah itu, dan bukan hanya untuk meminta bantuan.

Oleh karena itu meskipun Paesaan Dalam Deken sudah berisi benih otoritas, dan memberi kesempatan untuk seorang pemimpin untuk itu, konferensi seperti ini (yang diselenggarakan di luar kewenangan Ukung) merupakan peringatan kepada Ukung untuk tidak melanggar ketentuan tradisional. Ini adalah elemen demokrasi yang hadir di Minahasa.

Selain itu posisi kepala di Minahasa tidak pernah diwariskan; jika Tu'ur dalam Taranak meninggal para anggota sebuah Taranak, dewasa wanita dan pria, akan mengadakan konferensi untuk memilih pemimpin baru. Dalam pemilihan fokus akan kualitas. Jika dua orang memiliki kualitas yang sama dan sebagai ucapan terima kasih kepada pemimpin selama periode kepemimpinannya. Itu berarti bahwa ayah selama periode kepemimpinannya adalah seorang pemimpin yang baik saat hidup.

Ada tiga diperlukan Kualitas Kriteria (Pa'eren Telu): 1. Ngaasan - Untuk punya otak, dimana ia memiliki keahlian dalam menjalankan Taranak atau Ro'ong. 2. Niatean - Untuk punya hati, punya keberanian, ketekunan dalam menghadapi masalah, mampu merasakan apa yang anggota lain merasa. 3. Mawai - Apakah kekuatan dan dapat diandalkan, seseorang yang secara fisik mampu mengatasi situasi apa pun, mampu menghadapi perang.

Oleh karena itu, jelas tidak mudah untuk diakui dan dipilih sebagai pemimpin dalam masyarakat Minahasa di masa lalu. Hal ini juga jelas bahwa posisi pemimpin di Minahasa tidak pernah diwarisi.

Dr Riedel menulis:

"Di Minahasa, siapa pun dapat disebut (dapat dipilih) untuk melakukan pemerintah Sesuai dengan adat dan tradisi di daerah ini, Paendon Tua, adalah memilih oleh Awu.." Mapalus (saling membantu)

Dalam Mapalus, prinsip yang sama berlaku sebagai mana wanita membawa cangkul, sekop dll Ketentuan ini tidak berarti bahwa wanita memiliki posisi yang lebih rendah, bagaimanapun, laki-laki memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan kelompok Mapalus dan diwajibkan membawa parang, tombak dan senjata lainnya.

Ketentuan ini telah dilakukan organisasi Mapalus ketat sama dengan ketentuan tradisional lainnya. Ketika membentuk pemimpin (dalam bahasa Tontemboan Kumeter), setelah memilih, pemimpin harus dicambuk dengan tongkat rotan oleh salah satu pemimpin di desa, sedangkan mengatakan "sekeras memukul Anda, begitu keras harus Anda memukul anggota yang adalah malas dan merupakan pelanggar peraturan ".

Sampai sekarang ketentuan ini masih terus berlangsung di beberapa bagian Minahasa.

Arti Mapalus telah mengalami perubahan, seiring dengan perkembangan dan budaya masyarakat. Dalam masyarakat kuno, Mapalus pada awalnya masih memiliki arti yang sama seperti gotong royong (bekerja sama sebagai sebuah komune) karena tanah pertanian masih milik bersama. Tetapi karena perkembangan lebih lanjut dari masyarakat, dimana sifat individu diciptakan dan berdiri keluar, maka arti Mapalus berubah menjadi saling membantu. Seperti sekarang setiap anggota Mapalus berhak untuk mendapatkan bantuan dari anggota lain sebagai layanan karena ia telah membantu anggota lainnya dengan melakukan pekerjaan di sawah, ladang serta rumah dll


Manguni

tata hidup dan tata masyarakat Minahasa dulu terjadi percampur bauran antara ritus, adat istiadat (kenaramen) dan legenda Tou Minahasa, sulit dipilah-pilah karena kita kurang pengamat dan pemerhati belaka, butuh kajian objektif. Soal burung Manguni atau burung saktinya hanya milik Tou Bantik, ungkapan saya doyot bahasa Tonsea, loyot bahasa Minahasa (Tombulu, Toulour, Tountemboan) jika dikatakan tidak ada literaturnya mungkin versi Bantik, tetapi karena mahluk burung Manguni keramat bagi Tou Minahasa jelas literaturnya.

Bukunya E.V Adam, hal. 17 dan 18 uraiannya sebagai berikut : adalah 2 macam tanda bunyi burung. Pertama burung siang disebut Waraendo, Totombara, Kumekeke, kedua burung malam yang disebut Wara Wengi Loyot (Doyot) Kembaluan.

Burung siang menurut keterangan dan cerita bunyinya ada 4 jenis :

1. Lowas = Kééké Rondor (rendai) yakni tertawa terus menerus. Tandanya tiada mengganggu perasaan.

2. Kééké Tenga Wowos yaitu tertawa sambil-sambilan tidak terus menerus. Tandanya tiada mengganggu perasaan.

3. Mangolo (mangoro) yaitu bunyi tertawa parau, bunyinya membimbangkan. Tandanya tiada menyenangkan.

4. Keté (keras) yaitu bunyi nyaring dan keras, sekaligus dan agak panjang. Tandanya memberanikan kalau bunyi itu sebelah kirinya si pendengar dan sebaliknya tanda itu menakutkan kalau kedengaran sebelah kanan. Pedengar-pendengar harus berhenti seketika, apabila mereka sedang dalam perjalanan.

Burung malam juga memberikan tanda bunyi 4 macam :

1. Manguni = Manguni Rendai yakni bunyi yang merdu tandanya menyenangkan.

2. Imbuang = yaitu bunyi hampir-hampir merdu tetapi agak putus-putus, sebentar kedengaran dan sebentar sayup-sayup. Tandanya tidak menggangu perasaan.

3. Paapian = yaitu bunyi perlahan-lahan dan parau. Tandanya bunyi ini membingungkan.

4. Kiik = yaitu panjang dan keras, sekali saja. Kalau bunyi itu arah ke kiri, tandanya memberanikan dan apabila bunyi itu dari sebelah kanan, atau dari hadapan, sangat menakutkan. Si pendengar perlu waspada dan berichtiar.

Penjelasan : Lowas = Manguni

Kééké Tenga Wowos = imbuang

Mangoro = Paapian

Keté (keras) = Kiik



AGAMA

Ratahan sebagai bagian dari Minahasa dahulu kala mempunyai sistem kepercayaan tradisional yang bersifat monotheisme. Agama suku Minahasa adalah agama yang memuja adanya satu pencipta yang superior yang disebut Opo Wailan Wangko, Empung. Agama asli Minahasa oleh orang Eropa disebut Alifuru, yang memiliki ciri animisme, walaupun hal ini ditolak oleh sejumlah ahli. Orang Minahasa juga mengenal adanya kekuatan semacam dewa, yaitu orang-orang tua yang memiliki kekuatan spiritual maupun yang dihormati dan disegani (para dotu) yang telah meninggal. Mereka ini kemudian disebut sebagai Opo (suku Tontemboan menyebutnya Apo). Sang Esa dikenal dengan nama Empung, atau Opo Wailan Wangko, Opo Menambo-nembo, Opo renga-rengan, yang bermukim di Kasendukan serta dilayani para Opo (dewa). Disamping dunia manusia di bumi, penduduk percaya ada dunia tengah (Kalahwakan) yang didiami para Dotu. Para Dotu ini menjadi medium manusia di bumi dengan Empung di dunia atas. Leluhur awal mempercayai jiwa manusia tidak mati, tapi pergi ke tempat tinggal leluhurnya. Pada saat bangsa Eropa tiba di Minahasa, agama Kristen diterima dengan tangan terbuka. Pada mulanya agama Kristen Katolik disebarkan oleh misionaris bangsa Spanyol dan Portugis abad ke-16 dan 17 dan dilanjutkan abad ke-19. Pada saat Belanda masuk di Minahasa, pemeluk Katolik dialihkan menjadi Protestan. Penyebaran Protestan dilakukan oleh zendeling (pekabar injil Belanda) berkebangsaan Jerman dan Belanda. Kedudukan kolonial Belanda yang bertahan selama tiga abad di Minahasa menyebabkan orang Minahasa lebih banyak memeluk aliran Protestan. Setelah agama Kristen diperkenalkan oleh para misionaris dan zendeling dari Eropa maka agama Kristen diterima oleh orang Minahasa sebagai agama suku-bangsa Minahasa.


Daftar Buku Referensi

Acuan penting lain Minahasa adalah : Tontemboansche Teksten (Leiden: Brill, 1907) buku tiga jilid dari J.A.T. Schwarz. Jilid pertama adalah kumpulan cerita-cerita rakyat yang dikumpulkan Schwarz dan semuanya dalam bahasa Tontemboan. Seluruhnya ada 141 cerita. Temanya bermacam-macam, mulai dari fabel, mitos kelahiran desa, kisah asal-usul nama, sampai pada legenda dan mitos tentang dewa-dewi serta doa-doa. Jilid kedua merupakan terjemahan bahasa Belanda dari jilid pertama ditambah dengan interpretasi pribadi oleh Schwarz sendiri. Jilid ketiga berisi catatan-catatan linguistik dan ethnografik terhadap naskah-naskah cerita itu. Schwarz yang sama pula yang menulis Tontemboansch-Nederlandsch woordenboek met Nederlandsch-Tontemboansch register (Leiden: Brill, 1908). Selain itu masih banyak karya lain yang ditulis oleh J.A.T. Schwarz yang terbit dalam MNZG. J.A.T. Schwarz adalah salah satu misionaris NZG yang pernah bertugas di Sonder. Ayahnya, J.G. Schwarz, adalah misionaris pelopor yang lama bekerja di Langowan, yang tiba di Minahasa pada tahun 1831 bersama dengan J.F. Riedel, juga misionaris pelopor yang mengabdikan lebih dari 30 tahun hidupnya, bahkan hingga wafat, di Tondano.

Nicolaas Graafland juga menulis banyak monografi yang diterbitkan dalam Mededeelingen vanwege het Nederlandsche Zendelinggenootschap (lazim disingkat MNZG). Salah satu yang penting untuk memahami kerohanian dan keberagamaan orang Minahasa zaman dulu adalah tulisannya yang berjudul “De geestesarbeid der Alifoeren in de Minahassa gederunde de heidensche periode” (MNZG 25, 1887). Di sini Graafland antara lain menggali kedalaman arti dan makna kerohanian tua di Minahasa (khususnya di wilayah berbahasa Tombulu), dari masa sebelum ada pengaruh Kekristenan. Selain mendalami doa-doa tua, ia juga menggali mitos tentang asal-usul manusia dan beberapa legenda.

Tulisan yang dikerjakan oleh tokoh-tokoh pribumi Minahasa: G.S.S.J. Ratulangi, A.L. Waworoentoe, Mieke Schouten berjudul Minahasa and Bolaangmongondow: an annotated bibliography 1800-1942 (The Hague: Martinus Nijhoff, 1981). Sesuai judulnya, buku ini memuat daftar tulisan-tulisan dan buku-buku mengenai Minahasa dan Bolaang Mongondow yang terbit dalam kurun waktu 142 tahun sejak 1800. F.S. Watuseke, Kamus Walanda-Tondano, 1985.

Taulu, H. M. Etimology Malesung/Minahasa - Indonesia: Sejarah Terciptanya Nujuman Nama-Nama Keluarga/Fam Minahasa, Sejarah Minahasa; Yayasan Budaya Membangun, 1980.


Pdt. Prof. DR. W.A Roeroe : Judul bukunya, Injil dan kebudayaan di tanah Minahasa, tahun 2003 hal 163-180. DR. Willy Smits ahli lingkungan hidup, Konsultan Dept. Kehutanan RI serta Guru Besar Tamu Universitas diberbagai manca negara mengatakan jenis burung Manguni ini sudah hidup lebih 50 juta tahun jadi 5 kali lebih tua umurnya daripada manusia, sebab itu dia lebih berhikmat daripada manusia, dalam suatu diskusi ilmiah dan teologis tahun yang lalu. Beliau menjelaskan keterangan biologis tentang burung Manguni, jenisnya, badan dan bulu-bulunya serta cara terbangnya, tentang panca inderanya, makanan utamanya dan tempat perteduhannya.

Bukunya F Watuseke hal. 4 Imigrasi oleh perpindahan antar pulau terbentuk puak-puak kecil: Puak Tonsawang, Puak Pasan Bangko (Ratahan dan Pasan), Puak Ponosakan (Belang),

Paulus Lumoindong, Sejarah dan Budaya Minahasa

JF.Malonda

MR.Dayoh




David DS Lumoindong, Sejarah BUDAYA Minahasa, Sejarah Sulawesi Utara.
Tulisan ini masih banyak kekurangan tetapi yang jelas di Minahasa MEMILIKI BUDAYA YANG BERNILAI.

Hati-hati Al-Qur’an Palsu !!!

Posted on 23.05
Berbagai cara ditempuh oleh kaum kuffar untuk memurtadkan umat Islam. Al-Qur’an, kitab suci dan pedoman hidup umat Islam jadi komoditi pemurtadan.

Al-Qur`an Imitasi
Seorang pastor evangelis Amerika yang mengaku kelahiran Palestina, mengarang Al-Qur’an imitasi bernama “Al-Furqanul-Haqq” (The True Furqan), yang diterbitkan oleh lembaga yang menyebut dirinya Komite Eksekutif Proyek Omega 2001. Pastor yang bernama asli Dr.Anis A. Shorrosh itu memakai nama samaran Al-Safee dan Al-Mahdi dalam kitab ini. Al-Qur’an tiruan pendeta ini sontak menggegerkan umat karena disebarkan ke internet. Bahkan edisi cetaknya beredar sampai ke Jawa Timur sejak akhir April 2002 di kantong-kantong Muslim seperti Jombang, Bangil, dan Madura. Isinya berupa tiruan terhadap surat dalam al-Quran. Kitab setebal 368 halaman dengan sampul depan warna hijau bertuliskan kaligrafi Arab warna emas ini memuat beberapa nama surat, di antaranya: surat Al-Iman, At-Tajassud, Al-Muslimun, dan Al-Washaya. Semua isinya memuji-muji Yesus. Gaya penyajian dan pilihan bahasa Arab klasik yang dipakai dalam Qur’an palsu ini, agak mirip gaya bahasa Al-Qur’an. Bagi orang yang tidak memahami seluk-beluk bahasa Arab secara mendalam, bisa terkecoh, mengira The True Furqan sebagai Al-Qur’an. Sebab kata “Al-Furqan” sendiri sinonim dengan kata “Al-Qur’an.” Tujuan penyebaran Al-Furqanul-Haqq ke tengah-tengah masyarakat Muslim ini jelas terbaca, yaitu untuk menanamkan keraguan umat Islam terhadap kitab suci Al-Qur’an. Targetnya, agar umat Islam memandang Al-Qur’an sebagai kitab yang sudah menyimpang. Otentisitas Al-Qur’an memang tidak bisa diganggu gugat, karena Allah sendiri yang menjamin keasliannya.
Allah menyatakan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Kami menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur`an) ini dan sungguh Kamilah Penjaganya” (Al-Hijr 9). Imam Ibnu Katsir menyatakan, makna ayat di atas adalah bahwa Allah SWT menjadi penjaga Al-Qur’an dari perubahan atau pergantian (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhîm, II, hlm. 666). Karenanya, secara i’tiqadi, Al-Qur’an senantiasa terjaga dari perubahan, penggantian, perombakan, atau peniruan apapun. Semuanya dijamin oleh Allah SWT. Meski demikian, bukan berarti upaya kaum kuffar untuk memanipulasi dan menggerogoti Al-Qur’an berhenti. Maka mereka menempuh untuk mengaburkan keyakinan umat Islam terhadap Al-Qur’an. Mereka inginkan agar umat Islam tidak meyakini Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, karena bisa ditandingi dengan Al-Qur’an tiruan yang bernama Al-Furqaul-Haqq (The True Furqan).

Pelesetan Al-Qur`an untuk Misi
Selain ada Al-Qur’an palsu, bertebaran pula buku-buku plesetan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits. Ayat-ayat suci ini dikutip sepotong-sepotong lalu dirakit sehingga tersimpulkan seolah-olah tuhan dan juru selamat manusia adalah Nabi Isa alias Yesus Kristus. Bentuk pelesetan ini dipublikasikan dalam buku-buku dan brosur. Buku-buku pelesetan Al-Qur’an yang sudah beredar antara lain :
- Keselamatan di dalam Islam,
- Ayat-ayat Penting di dalam Islam,
- As-Shodiqul Masduq (Kebenaran Yang Benar),
- As-Sirrullahil-Akbar (Rahasia Allah Yang Paling Besar),
- Selamat Natal Menurut Al-Qur’an,
- Telah Kutemukan Rahasia Allah Yang Paling Besar,
- Ya Allah Ya Ruhul Qudus,
- Aku Selamat Dunia dan Akhirat,
- Wahyu Tentang Neraka,
- Wahyu Keselamatan Allah, dan lain-lain.

Buku-buku pelesetan karya Poernama Winangun :
- “Upacara Ibadah Haji”,
- “Ayat-ayat Al-Qur’an Yang Menyelamatkan”,
- “Isa Alaihis Salam Dalam Pandangan Islam”,
- “Siapa kah Yang Bernama Allah” dan
- “Riwayat Singkat Pusaka Peninggalan Nabi Muhammad saw”.

Contoh brosur pelesetan :
- brosur Dakwah Ukhuwah,
- brosur Shirathal Mustaqim dan
- brosur Al-Barakah.
Judulnya antara lain :
- Rahasia Jalan ke Surga,
- Allahu Akbar Maulid Nabi Isa as,
- Kesaksian Al-Qur’an tentang Keabsahan Taurat dan Injil,
dan lain-lain.

Isi buku dan brosur pelesetan rata-rata sama, yaitu mengutip dan mencomot Al-Qur’an dan Hadits yang diramu dan dicocok-cocokkan tanpa mengindahkan kaidah tafsir, untuk mendukung doktrin kristiani bahwa Nabi Isa (Yesus) adalah Tuhan dan Juruselamat penebus dosa manusia.

Al-Qur`an Bergambar Yesus
Al-Qur’an bercover Yesus terungkap di SLTP 1 Pakan Kamis, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Pagi itu, Kamis (17/5), di ruang kelas I-1 ada dua siswa tampil ke depan hendak membacakan ayat suci Al-Qur’an, namun batal. Ketika salah seorang dari mereka dengan siku tangannya tanpa sengaja menggeser Al-Qur’an, kitab suci itu terjatuh. Secepatnya ia menangkap, meski hanya dapat cover-nya. Sementara saat, Al-Qur’annya terjatuh. Para siswa kaget. Bukan karena Al-Qur’an itu jatuh, tetapi lebih pada pemandangan yang mereka lihat di pelapis dalam cover tebal. Di sana, tertempel kertas bertuliskan huruf-huruf Latin, antara lain, “Yesus Kristus” yang kemudian diikuti sejumlah kalimat lain. Pada bagian lain terbaca pula kata-kata “Bunda Mariah, domba gembala, gereja” serta bait-bait lagu gereja. Karena kertas itu dilem ke cover Al-Qur`an, sehingga ketika dibuka, kata-kata yang ada di sana ikut tercopot sehingga tidak terbaca semuanya.
Spontan, para siswa pun berteriak. Irmawati, seorang guru agama, sebelumnya mengaku tak percaya. Setelah melihat Al-Qur’an yang terjatuh ada tulisan tersebut, barulah ia mempercayainya. “Saya sangat kaget,” katanya. Ia langsung mengadukan itu kepada kepala sekolah. Irmawati juga mengaku memiliki Al-Qur’an sejenis yang di belakang covernya ada kata-kata Yesus, Budha, Wihara, dan entah apa lagi. Kasus itu pun dibawa ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian diteruskan ke kepolisian.
Kata-kata Yesus Kristus dengan huruf Latin ini dibuat pada sampul dalam Al-Qur’an. Persisnya di tulang tempat helai demi helai Al-Qur’an dilem dan dijahitkan. Kalau kulit Al-Qur’an tidak dicopot, maka tulisan Yesus Kristus dan sejumlah bait lagu-lagu gereja yang ditulis di situ tidak akan pernah diketahui. Kepsek Jufrialdi mengatakan pada akhir Februari 2004, ia bertemu dengan tokoh masyarakat Tilatang Kamang, Buya Haji Usman Husen. Karena Usman orang ternama, apalagi ia ketua Golkar Kabupaten Agam serta anggota DPRD Sumbar, maka Jufrialdi meminta agar sekolahnya dibantu pengadaan Al-Qur’an dan mukena.
Pada 3 Maret 2004, di saat-saat kampanye legislatif, orang suruhan Usman, Linda, membeli 200 buah Al-Qur’an di Toko Asria di Pasar Aur Kuning, Bukittinggi. Karena jumlahnya banyak, Kepsek Jufrialdi berinisiatif membagikan ke sekolah-sekolah lain. Sebanyak 60 buah Al-Qur’an tinggal di SLTP 1, sisanya, sebanyak 20 buah diberikan ke SLTP 2, 10 untuk SLTP 3, 10 untuk SLTP 4, dan 20 untuk SLTP 5, serta sisanya untuk SMA I yang semuanya berada di Kecamatan Tilatang Kamang. Kapolresta Bukittinggi, AKBP M Zaini, mengatakan pihaknya kini sedang melakukan penyidikan secara khusus atas kasus tersebut. “Saya tidak mau gegabah, nanti malah salah kaprah,” katanya. Sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk pemilik toko yang menjual Al-Qur`an itu. Sementara, toko-toko lainnya tidak menjual Al-Qur`an sejenis. Kakanwil Depag Sumbar Dalimi Abdullah menyatakan pihaknya telah membawa surat dan dua Al-Qur’an itu ke Menteri Agama. Sedangkan Ketua MUI Sumbar, Nasrun Haroen, menegaskan masih mencari informasi lebih dalam atas masalah itu. Salah seorang Ketua MUI Sumbar, Buya Mas’oed Abidin, menyatakan pemerintah harus bertindak, sebab kalau diam, rakyat akan marah. “Ini tidak bisa dikatakan sebagai sebuah kelalaian, mungkin di dalamnya ada unsur kesengajaan dan ini pelecehan terhadap Islam,” tegasnya.
Tokoh masyarakat Tilatang Kamang, Usman Hoesen, yang menyumbangkan Al-Qur’an itu menyatakan yang bermasalah dari Al-Qur`an itu adalah kulitnya (cover-nya), bukan ayat-ayat di dalamnya. Al-Qur`an yang “disusupi” itu, katanya, berkulit merah. Dari 200 buah yang dibeli, ada 141 buah yang “disusupi” kata-kata Yesus Kristus, sementara sisanya bersih. Yang disusupi itu merupakan Al-Qur’an keluaran tahun 1994 yang dicetak Percetakan Madu Jaya Makbul Surabaya. Sementara yang bersih dicetak PT Tanjung Emas Inti Semarang. Di Mapolres saat ini ada 60 buah Al-Qur`an yang diambil dari SLTP I, lainnya masih di kecamatan.

Sementara itu, di Jakarta beredar buku putih berjudul Isa Almasih di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Buku putih setebal 73 halaman ini jelas diluncurkan missionaris untuk menggoyang akidah umat Islam. Seluruh bagian dalam buku dari cover depan sampai penutupnya sarat dengan penghujatan ajaran Islam manipulasi sejarah dan pemutarbalikan ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Sampul depan, di atas judul “Isa Almasih di dalam Al-Qur’an dan Hadits” dipampang kaligrafi surat Az Zukhruf 61 “wattabi’uuni haadzaa shiraatum mustaqiim” (ikutilah aku, inilah jalan yang lurus). Di bawah ayat ini, dipajang gambar Yesus sedang berdiri menginjak-injak kitab suci. Penginjil yang menamakan dirinya (nama alias) Abd.Yadi, hanya berani berbuat, tidak mau bertanggung jawab. Karena dalam buku putihnya, dia tidak berani mencantumkan nama aslinya, nama penerbit dan alamat jelasnya. Seharusnya, jika dia meyakini kebenaran tulisannya, dia harus bersikap gentleman dan jangan main lempar batu sembunyi tangan.

Tugas Pemimpin (Imam) Negara
Dari rangkaian penodaan terhadap Al-Qur’an yang dilakukan oleh para misionaris tadi, tampak bahwa dibuatnya tiruan Al-Qur’an, pengutipan ayat pada cover buku Kristen, serta pelesetan ayat untuk misi tersebut merupakan satu kesatuan mata rantai untuk menghancurkan tegaknya Islam di muka bumi. Karena itu, sudah selayaknya kaum Muslim menyadari bahwa upaya untuk menghadang tegaknya Islam dan upaya mengembalikan mereka kepada kekufuran terus berlangsung hingga detik ini. Selain itu, upaya ‘halus’ memurtadkan kaum Muslim dengan cara memalsukan dan me lecehkan Al-Qur`an merupakan kemungkaran. Untuk menghadapi kemungkaran itu, Rasulullah SAW menyatakan:
“Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka ubahlah dengan kekuatan; jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisan; dan jika tidak mampu maka ubahlah dengan hati (tidak setuju dengan kemungkaran tersebut). Itu adalah selemah-lemahnya iman” (HR Ashabus-Sunan). Hadits itu berlaku umum bagi siapapun. Namun, sebenarnya dalam syariat Islam, yang pertama kali harus bertanggungjawab atas persoalan ini adalah penguasa. Rasulullah saw. menegaskan: “Pemimpin (Imam) itu adalah penggembala, dan dialah yang bertanggungjawab atas rakyat yang digembalakannya.” Dalam hadits ini jelas bahwa penguasalah yang wajib memelihara dan menjaga rakyatnya dalam segala hal, termasuk dalam hal akidahnya.

http://swaramuslim.net/ISLAMKRISTEN/more.php?id=1962_0_7_9_M

Melepaskan Belenggu Kebiasaan: Salah Satu Tujuan Puasa

Al-Hajjaj bin Yusuf (661-714 M), salah seorang pemimpin perang kenamaan Dinasti Umayyah yang melempar Ka’bah dengan manjaniq (meriam-meriam batu), pada suatu hari yang terik meminta kepada pengawalnya agar mengajak seorang “tamu” bersantap siang dengannya. Seorang penggembala yang tinggal di pegunungan menjadi tamunya dan terjadilah dialog berikut :

“Mari kita makan bersama,” ajak Al-Hajjaj. “Aku telah diundang oleh yang lebih mulia dari tuan dan telah kupenuhi undangan itu,” kata si penggembala.
“Siapakah gerangan yang mengundangmu?”. “Tuhan seru sekalian alam, hari ini aku berpuasa.” “Apakah Anda berpuasa pada hari yang terik menyengat ini?”
“Ya. Aku bahkan berpuasa pada hari-hari yang lebih terik.”
“Ayolah kita makan bersama dan besok Anda dapat berpuasa.”
“Apabila kau berbuka hari ini, apakah tuan dapat menjamin usiaku berlanjut hing ga esok sehingga aku dapat berpuasa?” katanya seraya menyunggingkan senyum .
“Tentu saja tidak.” “kalau demikian mengapa tuan meminta sesuatu pada hari ini dan menjanjikan untuk memberikan pada hari esok, sedangkan hari esok bukan berada di tangan tuan?”. Setelah berpikir sejenak, Al-Hajjaj mengajak lagi, ” Ayolah kawan, makanlah bersamaku, makanan yang dihidangkan sungguh lezat.”
Sambil berdiri untuk meninggalkan Al-Hajjaj, si penggembala menolaknya lagi, “Demi Tuhan, yang melezatkannya bukan juru masak tuan, bukan pula jenis makanannya, yang melezakannya adalah afiat (kesehatan ruhani dan jasmani).”

Dialog diatas mengambarkan sebagian dari hasil yang diperoleh seseorang yang berpuasa, yaitu berupa kemampuan untuk mengendalikan diri, menahan rayuan, serta kesadaran akan kehadiran Tuhan pada setiap saat. Manusia tercipta dari Ruh Ilahi dan debu tanah. Potensi dan daya manusia betapapun dinilai hebat , namun terbatas sehingga apabila perhatian dan kegiatannya telah tertuju secara berlebihan ke satu arah – ke arah debu tanah, misalnya – maka akibat keterbatasan dan pemunahan secara berlebihan tersebut, ia tidak memeiliki daya lagi yang cukup untuk digunakan bagi kegiatan dalam bidang-bidang penalaran dan kejiwaan. Dari sisi lain, kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaannya. Apabila ia telah terbiasa dengan pemenuhan kebutuhan ‘faali’-nya secara berlebihan, maka, walaupun ia masih memiliki sisa daya, ia akan mengalami kesulitan yang tidak sedikit guna mengarahkan sisa daya tersebut kedalam hal-hal yang tidak sejalan dengan kebiasaannya. Dengan demikian, membebaskan manusia dari belenggu kebiasaan dan keterikatan kepadanya, merupakan suatu hal yang mutlak dan hal ini merupakan salah satu tujuan dari puasa, baik dalam kebiasaan makan, minum – dengan kadar dan jam-jam tertentu – maupun dalam kebiasaan jam-jam tidur, bangun bekerja, dan sebagainya.

(sumber : “Lentera Hati”, Kisah dan Hikmah Kehidupan”, M. Quraish Shihab, Penerbin Mizan, Maret 1995).

http://www.myquran.com/mutiarakalbu/phqs006.htm

Hasil Ujian Nasional(UN) akan diintegrasiakan dengan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Program yang telah diwacanakan sejak 2008 ini rencananya akan mulai diterapkan pada 2012 dengan catatan bahwa hasil UN kredibel.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum SNMPTN Haris Supratno pada saat memberikan keterangan pers pada paparan Program 100 Hari Kerja Depdiknas di Depdiknas, Jakarta, Jumat (6/11/2009).

"Untuk mencapai tahun 2012 maka tahun 2009 ini para rektor PTN seluruh Indonesia sudah dilibatkan dalam penanganan UN," kata Haris.

Haris mengatakan, para rektor dilibatkan dalam hal pengawasan penyelenggaraan UN mulai dari proses pencetakan naskah sampai pada pendistribusian ke satuan pendidikan, pemindaian lembar jawaban ujian, dan pengawasan di setiap satuan pendidikan. "Setelah perguruan tinggi terlibat meskipun pengawasannya juga tidak begitu fungsional, tetapi kita sudah menemukan hasil yang cukup signifikan," katanya.

Haris menyampaikan, para rektor sudah sepakat ikut berperan dalam proses penyusunan soal, pelaksanaan, maupun evaluasinya. "Jadi kalau perguruan tinggi sudah dilibatkan berarti itu juga hasil kerja bersama. Tentunya nanti tidak ada alasan kita menolak. Harapannya tahun 2010 ini hasil UN khususnya untuk SMA sudah kredibel. Kalau sudah kredibel tentunya tidak ada alasan kenapa harus tahun 2012," katanya.

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyebutkan, kredibilitas UN ditentukan tiga hal utama yakni, substansi soal yang diujikan, kualitas pelaksanaan, dan evaluasi. "Meskipun soalnya sudah bagus, pelaksanaannya sangat rapi, tetapi kalau model evaluasinya tidak ada yang menjamin ya sama saja. Tiga ini yang menjadi concern Diknas di dalam UN," katanya.*** -GIM-

Sumber. www.diknas.go.id

Jumlah Penerima Adipura 2011 Berkurang

Posted on 20.51
Jakarta, Indonesia (News) - Jumlah peraih penghargaan Adipura untuk kota/kabupaten terbersih di Indonesia dipastikan menurun atau kurang dari 100 daerah. Ini karena kriteria penilaian diperketat dan tim penilai berasal dari sejumlah daerah. Penghargaan ini akan diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Lingkungan Hidup pada 7 Juni 2011 di Istana Merdeka Jakarta.

"Yang pasti jumlahnya turun. Kurang dari 100. Jumlahnya tidak bisa saya sebutkan sekarang. Nanti presiden yang mengumumkan," ucap Gusti Muhammad Hatta, Menteri Lingkungan Hidup, Sabtu (4/6/2011) di sela-sela Pekan Lingkungan Hidup Indonesia di Senayan Jakarta.

Jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding tahun 2010 yang mencapai 140 daerah penerima. Banyaknya penerima ini menyebabkan pergunjingan dan tanda tanya keakuratan dan obyektivitas penilaian Adipura. Bahkan, ada yang menilai piagam Adipura itu hanya diobral.

Menteri Gusti Hatta menjelaskan, kritikan itu membuat Kementerian Lingkungan Hidup memperketat penilaian. Selain kriteria penilaian ditingkatkan, pemantauan lokasi pada tahun ini dilakukan 100 persen, tidak 70 persen seperti tahun-tahun lalu.

Lebih lanjut, penilaian pun dilakukan tim secara silang. Misalnya, untuk kota/kabupaten di Jawa, tim penilai berasal dari Sulawesi. "Kami berusaha untuk meningkatkan kualitas penilaian sehingga benar-benar obyektif dan tepat," ucapnya.

Penilaian Adipura 2011 telah dimulai tahapan pertamanya pada November 2010 dengan diikuti 378 kabupaten/kota. Di antaranya hanya lolos 180 kabupaten/kota.

Seleksi dilakukan tiga kali dan setiap tahap harus meraih nilai minimal 71. Hal ini untuk menjaga konsistensi daerah dalam menjaga lingkungannya. Hasil tim seleksi dari akademisi dari berbagai universitas di Indonesia itu diberikan kepada Dewan Adipura untuk dimatangkan.

Source : kompas

KabarIndonesia - Cahaya yang mengelilingi kita terdiri dari dua komponen utama. Para ilmuwan menyebutnya sebagai dualitas gelombang partikel. Artinya, cahaya memiliki sifat gelombang tapi juga bergerak seperti foton atau partikel. Fisikawan Universitas Bonn berhasil menciptakan sumber cahaya baru, yaitu apa yang disebut kondensat Bose-Einstein. Sumber cahaya ini terdiri dari foton.

Agar eksperimen ini berhasil, dibutuhkan kondisi dimana tidak ada cahaya sama sekali. Kata Julian Schmitt, salah satu fisikawan Uni Bonn, "Untuk eksperimen ini kami bekerja di intensitas rendah, jadi kondisinya harus gelap total, agar foton,yang tidak berasal dari resonator,tidak mengacaukan data-data kami."


Mematahkan Teori yang Ada

Selama bertahun-tahun, foton dikatakan tidak bisa membentuk kondensat Bose-Einstein karena foton tidak dapat didinginkan seperti atom. "Masalahnya, jika cahaya turun suhunya, maka sumber cahaya juga padam," jelas Martin Weitz, profesor fisika di Universitas Bonn. Ia adalah salah seorang ilmuwan yang turut mempublikasikan studi foton super.

Weitz memberikan contoh, jika lampu bohlam dipadamkan, filamen tungsten yang mendingin berubah warna dari kuning menjadi merah, seiring penyerapan foton oleh atom yang mengelilinginya. Proses ini berlangsung sampai semua foton lenyap.

Untuk menciptakan kondisi Bose-Einstein dalam atom, atom didinginkan sampai nol derajat Kelvin atau minus 273 derajat Celcius. Tapi ini tidak bisa dilakukan pada foton karena foton akan terserap ke dalam atom sebelum mencapai suhu tersebut.

Yang dilakukan Weitz dan timnya adalah memerangkap foton dalam celah selebar satu mikron antara dua cermin yang sangat reflektif. Setelah foton terperangkap, para ilmuwan menambahkan molekul pigmen. Martin Weitz menjelaskan, "Kami mendinginkan foton dengan menyebar cahaya molekul pigmen dan karenanya cahaya mendingin sampai sama dengan pigmen pada suhu ruangan. Kami lalu menganalisa dan menemukan bahwa jika jumlah foton yang dimasukkan cukup banyak, maka kami dapat mengamati adanya kondensat Bose-Einstein."


Bagi Aplikasi di Masa Depan

Foton super, demikian sebutan para fisikawan Universitas Bonn untuk hasil eksperimennya. Alasannya, kondisi foton ini menyerupai kondisi atom super. Tapi menurut sejumlah ilmuwan, sebutan ini sebenarnya kurang tepat karena partikel-partikel foton tersebut tidak membentuk molekul baru. Hanya sifatnya saja yang berubah. Fisikawan Aephraim Steinberg dari Universitas Toronto mengibaratkan, angkatan bersenjata yang terdiri dari ribuan serdadu tetap tidak dikatakan serdadu super tapi merupakan gabungan dari sejumlah tentara.

Terlepas dari perbedaan pendapat terkait sebutan bagi hasil eksperimen yang dilakukan fisikawan Weitz dan timnya, Steinberg mengakui bahwa temuan ini merupakan suatu sensasi di bidang fisika kuantum.

Pertanyaannya sekarang, apa yang bisa dilakukan dengan foton super ini? Martin Weitz menyebutkan sejumlah aplikasi masa depan yang bisa memanfaatkan foton super, meski menurutnya, saat ini semuanya masih dalam tahapan teori.

Salah satu idenya adalah mengembangkan laser gelombang pendek yang beroperasi di spektrum sinar X atau ultra ungu. Sampai saat ini, laser ini belum bisa diwujudkan karena dibutuhkan energi dalam jumlah tinggi. Menurut Weitz, masalah ini bisa diatasi karena eksperimen yang dilakukan di Universitas Bonn ternyata tidak membutuhkan banyak energi.

Laser yang beroperasi di spektrum sinar ultra ungu dan sinar X bisa digunakan perancang chip untuk membuat chip komputer yang lebih kompleks. Tapi sampai saat ini tiba, Weitz dan timnya di Universitas Bonn tetap melanjutkan riset fotonik kondensat Bose-Einstein. Mereka berencana untuk mengganti molekul pigmen cair dengan pigmen padat. Hal ini diharapkan membuat sistem fotonik tersebut lebih ramping dan mudah dimanfaatkan. (*)


Dilaporkan oleh Stewart Tiffen/Ziphora Robina dari Deutsche Welle
http://www.dw-world.de/dw/article/0,,14751325,00.html

Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.

Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.

Ada 2 titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua tu,” Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu sahaja.”

Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.

Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.

Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.

Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.

Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !

Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.

Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka

Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.

Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya

Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.

Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.

Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.

PERKEMBANGAN BERBAGAI BENTUK SASTRA INDONESIA

Posted on 23.51
A. Mendeskripsikan Ragam Karya Sastra Indonesia , dan Memaparkan Pengarang Penting pada Setiap Periode (Puisi, Prosa, Drama)

Ragam karya sastra Indonesia menurut bentuknya terdiri atas puisi, prosa, prosa liris, dan drama. Masing-masing ragam karya sastra Indonesia dari setiap periode itu mengalami perkembangan sehingga menimbulkan ciri khas.

Beberapa orang penelaah sastra Indonesia telah mencoba membuat babakan waktu (periodisasi sastra) sejarah sastra Indonesia. Salah satunya adalah H.B. Jassin. Periodisasi sastra yang dikemukakan H.B.Jassin adalah Sastra Melayu dan Sastra Indonesia Modern.


1. P E R I O D E S A S T R A M E L A Y U

a. P R O S A D A N P U I S I

Sastra Melayu muncul sejak bahasa Melayu itu sendiri muncul pertama kali. Bahasa Melayu berasal dari daerah Riau dan Malaka, berkembang dan menyebar ke seluruh pelosok nusantara dibawa oleh pedagang. Pada ragam karya sastra puisi, Sastra Melayu yang pertama berbentuk mantera, pantun, syair. Kemudian, bermunculan pantun kilat (karmina), seloka, talibun, dan gurindam. Sedangkan pada ragam karya sastra prosa, Sastra Melayu yang pertama berbentuk cerita-cerita pelipur lara, dan dongeng-dongeng. Dongeng meliputi legenda, sage, fabel, parabel, mite, dan cerita jenaka atau orang-orang malang/pandir.Bahkan, ragam karya sastra melayu ada yang berbentuk hikayat, tambo, cerita berbingkai, dan wiracarita (cerita panji). Pada cerita dongeng sering isinya mengenai cerita kerajaan (istanasentris) dan fantastis. Kadang-kadang cerita tersebut di luar jangkuan akal manusia (pralogis).

Sebelum masyarakat Melayu mengenal tulisan, karya-karya sastra tersebut disampaikan secara lisan kurang lebih tahun 1500. Penyebarannya hanya dari mulut ke mulut dan bersifat statis. Namun, setelah masyarakat Melayu mengenal tulisan, karya-karya tersebut mulai dituliskan oleh para ahli sastra masa itu tanpa menyebut pengarangnya dan tanggal penulisannya (anonim).

Sastra Melayu sangat dipengaruhi oleh sastra Islam sehingga banyak terdapat kata-kata yang sukar karena jarang didengar. Alat penyampainya adalah bahasa Arab-Melayu dengan huruf Arab gundul sehingga sering menimbulkan bahasa yang klise. Di sisi lain, karya-karya sastra yang dihasilkan selalu berisikan hal-hal yang bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat-istiadat, dan ajaran-ajaran agama. Cara penulisannya pun terkungkung kuat oleh aturan-aturan klasik, terutama puisi. Aturan-aturan itu meliputi masalah irama, ritme, persajakan atau rima yang teratur.


Perhatikan contoh kutipan cerita karya sastra Melayu di bawah ini:

(1). Tatkala pada zaman Raja Iskandar Zulkarnain, anak Raja Darab, Rum bangsanya, Makaduniah nama negerinya. Berjalan hendak melihat matahari terbit, maka baginda sampai pada sarhad negeri Hindi. Maka ada seorang raja terlalu amat besar kerajaannya. Setengah negeri Hindi dalam tangannya, Raja Kidi Hindi namanya.

Kutipan cerita tersebut merupakan ragam karya sastra Melayu bidang prosa, khususnya bentuk hikayat.


(2). Sungguh elok asam belimbing

Tumbuh dekat limau lungga

Sungguh elok berbibir sumbing

Walaupun marah tertawa juga


Pohon padi daunnya tipis

Pohon nangka berbiji lonjong

Kalau Budi suka menangis

Kalau tertawa giginya ompong

Kutipan di atas termasuk salah satu contoh ragam karya sastra Melayu bidang puisi, khususnya bentuk pantun anak-anak jenaka.


b. D R A M A

Drama di tanah air sudah hidup sejah zaman Melayu. Bahasa yang digunakan masyarakat Melayu pada waktu itu adalah bahasa Melayu Pasar (bahasa Melayu Rendah). Rombongan drama yang terkenal pada masa ini adalah Komedie Stamboel. Komedie Stamboel ini didirikan oleh August Mahieu, Yap Goan Tay, dan Cassim. Kemudian, Komedie ini pecah menjadi Komedie Opera Stamboel, Opera Permata Stamboel, Wilhelmina, Sianr Bintang Hindia.

Naskah drama yang pertama kali ditulis berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno. Lakon drama ini ditulis oleh F. Wiggers tahun 1901.


2. P E R I O D E S A S T R A I N D O N E S I A M O D E R N

Sastra Indonesia modern adalah sastra yang berkembang setelah pertemuan dengan kebudayaan Eropa dan mendapat pengaruh darinya.


Sastra Indonesia Modern terbagi atas:

a. A N G K A T A N 20 ( B A L A I P U S T A K A )

Angkatan 20 disebut juga angkatan Balai Pustaka. Balai Pustaka merupakan nama badan yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908. Badan tersebut sebagai penjelmaan dari Commissie voor De Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat.Commissie voor De Volkslectuur dibentuk pada tanggal 14 April 1903. Komisi ini bertugas menyediakan bahan-bahan bacaan bagi rakyat Indonesia pada saat itu.

Untuk memperoleh bacaan rakyat, komisi menempuh beberapa cara, yaitu:

(1). Mengumpulkan dan membukukan cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongeng yang tersebar di kalangan rakyat. Naskah ini diterbitkan sesudah diubah atau disempurnakan.

(2). Menterjemahkan atau menyadur hasil sastra Eropa.

(3). Menerima karangan pengarang-pengarang muda yang isinya sesuai dengan keadaan hidup sekitarnya.

Naskah-naskah tersebut menggunakan bahasa Melayu dan bahasa-bahasa daerah lainnya, serta berupa bacaan anak-anak, bacaan orang dewasa sebagai penghibur dan penambah pengetahuan. Pada tahun 1917 Komisi Bacaan Rakyat barubah namanya menjadi Balai Pustaka.

Balai Pustaka menyelenggarakan penerbitan buku-buku dan mengadakan taman-taman perpustakaan, dan menerbitkan majalah.. Penerbitan majalah dilakukan satu atau dua minggu sekali. Adapun majalah-majalah yang diterbitkan yaitu:

(1). Sari Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1919)

(2). Panji Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1923)

(3). Kejawen (dalam Bahasa Jawa)

(4). Parahiangan (dalam Bahasa Sunda)

Ketiga majalah yang terakhir itu terbit sampai pemerintah Hindia Belanda runtuh.

Lahirnya Balai Pustaka sangat menguntungkan kehidupan dan perkembangan sastra di tanah air baik bidang prosa, puisi, dan drama. Peristiwa- peristiwa sosial, kehidupan adat-istiadat, kehidupan agama, ataupun peristiwa kehidupan masyarakat lainnya banyak yang direkam dalam buku-buku sastra yang terbit pada masa itu.

Lahirnya angkatan 20 (Balai Pustaka) mempengaruhi beberapa ragam karya sastra, diantaranya:

(1). P R O S A

(a). R O M A N

Pada ragam karya sastra prosa timbul genre baru ialah roman, yang sebelumnya belum pernah ada. Buku roman pertama Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920. Roman Azab dan Sengsara ini oleh para ahli dianggap sebagai roman pertama lahirnya sastra Indonesia. Isi roman Azab dan Sengsara sudah tidak lagi menceritakan hal-hal yang fantastis dan istanasentris, melainkan lukisan tentang hal-hal yang benar terjadi dalam masyarakat yang dimintakan perhatian kepada golongan orang tua tentang akibat kawin paksa dan masalah adat.

Adapun isi ringkasan roman Azab dan Sengsara sebagai berikut:

Cinta yang tak sampai antara kedua anak muda (Aminuddin dan Mariamin), karena rintangan orang tua. Mereka saling mencintai sejak di bangku sekolah, tetapi akhirnya masing-masing harus kawin dengan orang yang bukan pilihannya sendiri. Pihak pemuda (Aminuddin) terpaksa menerima gadis pilihan orang tuanya, yang akibatnya tak ada kebahagian dalam hidupnya. Pihak gadis (Mariamin) terpaksa kawin dengan orang yang tak dicintai, yang berakhir dengan penceraian dan Mariamin mati muda karena merana.

Genre roman mencapai puncak yang sesungguhnya ketika diterbitkan buku Siti Nurbaya karya Marah Rusli pada tahun 1922. Pengarang tidak hanya mempersoalkan masalah yang nyata saja, tapi mengemukakan manusia-manusia yang hidup. Pada roman Siti Nurbaya tidak hanya melukiskan percintaan saja, juga mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan, adat yang sudah tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara wanita dan pria dalam menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada uang segala maksud tentu tercapai. Persoalan-persoalan itulah yang ada di masyarakat.

Sesudah itu, tambah membanjirlah buku-buku atau berpuluh-puluh pengarang yang pada umumnya menghasilkan roman yang temanya mengarah- arah Siti Nurbaya. Golongan sastrawan itulah yang dikenal sebagai Generasi Balai Pustaka atau Angkatan 20.

Genre prosa hasil Angkatan 20 ini mula-mula sebagian besar berupa roman. Kemudian, muncul pula cerpen dan drama.


(b). C E R P E N

Sebagian besar cerpen Angkatan 20 muncul sesudah tahun 1930, ketika motif kawin paksa dan masalah adat sudah tidak demikan hangat lagi, serta dalam pertentangan antara golongan tua dan golongan muda praktis golongan muda menang.

Bahan cerita diambil dari kehidupan sehari-hari secara ringan karena bacaan hiburan. Cerita-cerita pendek itu mencerminkan kehidupan masyarakat dengan suka dukanya yang bersifat humor dan sering berupa kritik.

Kebanyakan dari cerita-cerita pendek itu mula-mula dimuat dalam majalah seperti Panji Pustaka dan Pedoman Masyarakat, kemudian banyak yang dikumpulkan menjadi kitab. Misalnya:

(1).Teman Duduk karya Muhammad kasim

(2).Kawan bergelut karya Suman H.S.

(3).Di Dalam Lembah Kehidupan karya Hamka

(4).Taman Penghibur Hati karya Saadah Aim


Dengan demikian, ciri-ciri angkatan 20 pada ragam karya sastra prosa:

(1). Menggambarkan pertentangan paham antara kaum muda dan kaum tua.

(2). Menggambarkan persoalan adat dan kawin paksa termasuk permaduan.

(3). Adanya kebangsaan yang belum maju masih bersifat kedaerahan.

(4). Banyak menggunakan bahasa percakapan dan mengakibatkan bahasa tidak terpelihara kebakuannya.

(5). Adanya analisis jiwa.

(6). Adanya kontra pertentangan antara kebangsawanan pikiran dengan kebangsawanan daerah.

(7). Kontra antarpandangan hidup baru dengan kebangsawanan daerah.

(8). Cerita bermain pada zamannya.

(9). Pada umumnya, roman angkatan 20 mengambil bahan cerita dari Minangkabau, sebab pengarang banyak berasal dari daerah sana.

(10). Kalimat-kalimatnya panjang-panjang dan masih banyak menggunakan perbandingan-perbandingan, pepatah, dan ungkapan-ungkapan klise.

(11). Corak lukisannya adalah romantis sentimentil. Angkatan 20 melukiskan segala sesuatu yang diperjungkan secara berlebih-lebihan.


(2). D R A M A

Pada masa angkatan 20 mulai terdapat drama, seperti:

Bebasari karya Rustam Efendi. Bebasari merupakan drama bersajak yang diterbitkan pada tahun 1920. Di samping itu, Bebasari merupakan drama satire tentang tidak enaknya dijajah Belanda.

Pembalasannya karya Saadah Alim merupakan drama pembelaan terhadap adat dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan.

Gadis Modern karya Adlim Afandi merupakan drama koreksi terhadap ekses- ekses pendidikan modern dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan, tetapi penulis tetap membela kawin atas dasar cinta.

Ken arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin merupakan drama saduran dari Pararaton.

Menantikan Surat dari Raja karya Moh. Yamin merupakan drama saduran dari karangan Rabindranath Tagore.

Kalau Dewi Tara Sudah Berkata karya Moh. Yamin.


(3). P U I S I

Sebagian besar angkatan 20 menyukai bentuk puisi lama (syair dan pantun), tetapi golongan muda sudah tidak menyukai lagi. Golongan muda lebih menginginkan puisi yang merupakan pancaran jiwanya sehingga mereka mulai menyindirkan nyanyian sukma dan jeritan jiwa melalui majalah Timbul, majalah PBI, majalah Jong Soematra.

Perintis puisi baru pada masa angkatan 20 adalah Mr. Moh. Yamin. Beliau dipandang sebagai penyair Indonesia baru yang pertama karena ia mengadakan pembaharuan puisi Indonesia. Pembaharuannya dapat dilihat dalam kumpulan puisinya Tanah Air pada tahun 1922.

Perhatikan kutipan puisi di bawah ini:

Di atas batasan Bukit Barisan,

Memandang beta ke bawah memandang,

Tampaklah hutan rimba dan ngarai,

Lagi pula sawah, telaga nan permai,

Serta gerangan lihatlah pula,

Langit yang hijau bertukar warna,

Oleh pucuk daun kelapa.

Dibandingkan dengan puisi lama, puisi tersebut sudah merupakan revolusi:

(1). Dari segi isi, puisi itu merupakan ucapan perasaan pribadi seorang manusia.

(2). Dari segi bentuk, jumlah barisnya sudah tidak empat, seperti syair dan pantun, dan persajakkannya (rima) tidak sama.

Pengarang berikutnya pada masa angkatan 20 di bidang puisi adalah Rustam Effendi.Rustam Effendi dipandang sebagai tokoh peralihan.Rustam Effendi bersama Mr. Muh. Yamin mengenalkan puisi baru, yang disebut soneta sehingga beliau dianggap sebagai pembawa soneta di Indonesia. Kumpulan sajak yang ditulis oleh Rustam Effendi pada tahun 1924 adalah Percikan Permenungan.

Perhatikan contoh kutipan sajaknya:


BUKAN BETA BIJAK BERPERI

Bukan beta bijak berperi,

pandai menggubah madahan syair,


Buka beta budak Negeri,

musti menurut undangan mair,


Sarat-saraf saya mungkiri,

Untai rangkaian seloka lama,


beta buang beta singkiri,

Sebab laguku menurut sukma.


Perubahan yang dibawa oleh Rustam Effendi melalui Percikan Permenungan (Bukan Beta Bijak Berperi) yaitu:

(1). Dilihat bentuknya seperti pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya berupa syair. Ia meniadakan tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak itu disebut pantun modern.

(2). Lebih banyak menggunakan sajak aliterasi, asonansi, dan sajak dalam sehingga beliau dipandang sebagai pelopor penggunaan sajak asonansi dan aliterasi.

Penyair berikutnya adalah Sanusi Pane. Beliau menciptakan 3 buah kumpulan sajak, yaitu:

(1). Pancaran Cinta (seberkas prosa lirik, 1926)

(2). Puspa Mega (1927)

(3). Madah Kelana (1931)

Sajak yang pertama kali dibuat adalah Tanah Airku (1921), dimuat dalam majalah sekolah Yong Sumatra.

Dengan demikian, ciri-ciri puisi pada periode angkatan 20, yaitu:

(1). Masih banyak berbentuk syair dan pantun.

(2). Puisi bersifat dikdaktis.


b. A N G K A T A N 33 ( P U J A N G G A B A R U )

Nama angkatan Pujangga Baru diambil dari sebuah nama majalah sastra yang terbit tahun 1933. Majalah itu bernama Pujangga Baroe. Majalah Pujangga Baru dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane. Keempat tokoh tersebutlah sebagai pelopor Pujangga Baru.

Angkatan Pujangga Baru disebut Angkatan Tiga Puluh. Angkatan ini berlangsung mulai 1933 – 1942 (Masa penjajahan Jepang). Karya-karya sastra yang lahir dalam angkatan ini mulai memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi, serta seni harus berorientasi pada kepentingan masyarakat. Di samping itu, kebudayaan yang dianut masyarakat adalah kebudayaan dinamis. Kebudayaan tersebut merupakan gabungan antara kebudayaan barat dan kebudayaan timur sehingga sifat kebudayaan Indonesia menjadi universal.


Genre prosa Angkatan 33 (Pujangga Baru) berupa:

(a). R O M A N

Roman pada angkatan 33 ini banyak menggunakan bahasa individual, pengarang membiarkan pembaca mengambil simpulan sendiri, pelaku-pelaku hidup/ bergerak, pembaca seolah-olah diseret ke dalam suasana pikiran pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan pikiran dan kehidupan pelaku-pelakunya. Dengan kata lain, hampir semua buku roman angkatan ini mengutamakan psikologi.

Isi roman angkatan ini tentang segala persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan semangat kebangunan bangsa Indonesia pada waktu itu, seperti politik, ekonomi, sosial, filsafat, agama, kebudayaan.Di sisi lain, corak lukisannya bersifat romantis idealistis.

Contoh roman pada angkatan ini, yaitu Belenggu karya Armyn Pane (1940) dan Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana. Di samping itu, ada karya roman lainnya, diantaranya Hulubalang Raja (Nur Sutan Iskandar, 1934), Katak Hendak Menjadi Lembu (Nur Sutan Iskandar, 1935), Kehilangan Mestika (Hamidah, 1935), Ni Rawit (I Gusti Nyoman, 1935), Sukreni Gadis Bali (Panji Tisna, 1935), Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka, 1936), I Swasta Setahun di Bendahulu (I Gusti Nyoman dan Panji Tisna, 1938), Andang Teruna (Soetomo Djauhar Arifin, 1941), Pahlawan Minahasa (M.R.Dajoh, 1941).


(b). N O V E L / C E R P E N

Kalangan Pujangga Baru (angkatan 33) tidak banyak menghasilkan novel/cerpen.

Beberapa pengarang tersebut, antara lain:

(1). Armyn Pane dengan cerpennya Barang Tiada Berharga dan Lupa.

Cerpen itu dikumpulkan dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Kisah Antara Manusia (1953).

(2). Sutan Takdir Alisyahbana dengan cerpennya Panji Pustaka.


(c). E S S A Y DAN K R I T I K

Sesuai dengan persatuan dan timbulnya kesadaran nasional, maka essay pada masa angkatan ini mengupas soal bahasa, kesusastraan, kebudayaan, pengaruh barat, soal-soal masyarakat umumnya.Semua itu menuju keindonesiaan. Essayist yang paling produktif di kalangan Pujangga Baru adalah STA.Selain itu, pengarang essay lainnya adalah Sanusi Pane dengan essai Persatuan Indonesia, Armyn Pane dengan essai Mengapa Pengarang Modern Suka Mematikan, Sutan Syahrir dengan essai Kesusasteraan dengan Rakyat, Dr. M. Amir dengan essai Sampai di Mana Kemajuan Kita.


(d). D R A M A

Angkatan 33 menghasilkan drama berdasarkan kejadian yang menunjukkan kebesaran dalam sejarah Indonesia. Hal ini merupakan perwujudan tentang anjuran mempelajari sejarah kebudayaan dan bahasa sendiri untuk menanam rasa kebangsaan. Drama angkatan 33 ini mengandung semangat romantik dan idealisme, lari dari realita kehidupan masa penjjahan tapi bercita-cita hendak melahirkan yang baru.

Contoh:

Sandhyakala ning Majapahit karya Sanusi Pane (1933)

Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin (1934)

Nyai Lenggang Kencana karya Arymne Pane (1936)

Lukisan Masa karya Arymne Pane (1937)

Manusia Baru karya Sanusi Pane (1940)

Airlangga karya Moh. Yamin (1943)


(e). P U I S I

Isi puisi angkatan 33 ini lebih memancarkan peranan kebangsaan, cinta kepada tanah air, antikolonialis, dan kesadaran nasional. Akan tetapi, bagaimanapun usahanya untuk bebas, ternyata dalam puisi angkatan ini masih terikat jumlah baris tiap bait dan nama puisinya berdasarkan jumlah baris tiap baitnya, seperti distichon (2 seuntai), terzina (3 seuntai), kwatryn (4 seuntai), quint (5 seuntai), sektet (6 seuntai), septima (7 seuntai), oktav (8 seuntai). Bahkan, ada juga yang gemar dalam bentuk soneta. Hal tersebut tampak dalam kumpulan sanjak:

Puspa Mega karya Sanusi Pane

Madah Kelana karya Sanusi Pane

Tebaran Mega karya STA

Buah Rindu karya Amir Hamzah

Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah

Percikan Pemenungan karya Rustam effendi

Rindu Dendam karya J.E. Tatengkeng

Tokoh yang terkenal sebagai raja penyair Pujangga Baru dan Penyair Islam adalah Amir Hamzah. Kumpulan sanjaknya adalah Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, dan Setanggi Timur.


Dengan demikian, ciri-ciri angkatan 33 ini yaitu:

(1). Tema utama adalah persatuan.

(2). Beraliran Romantis Idialis.

(3). Dipengaruhi angkatan 80 dari negeri Bewlanda.

(4). Genre sastra yang paling banya adalah roman, novel, esai, dan sebagainya.

(5). Karya sastra yang paling menonjol adalah Layar Terkembang.

(6). Bentuk puisi dan prosa lebih terikat oleh kaidah-kaidah.

(7). Isi bercorak idealisme

(8). Mementingkan penggunaan bahasa yang indah-indah.


(3). A N G K A T A N 4 5

Angkatan 45 disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar atau angkatan kemerdekaan. Pelopor Angkatan 45 pada bidang puisi adalah Chairil Anwar, sedangkan pelopor Angkatan 45 pada bidang prosa adalah Idrus. Karya Idus yang terkenal adalah Corat-Coret di Bawah Tanah

Karya-karya yang lahir pada masa angkatan 45 ini sangat berbeda dari karya sastra masa sebelumnya. Ciri khas angkatan 45 ini yaitu bebas, individualistis, universalistik, realistik, futuristik.

Karya sastra pada masa angkatan 45 ini adalah Deru Campur Debu (kumpulan puisi, 1949), Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Luput (kumpulan puisi, 1949), Tiga Menguak Takdir (kumpulan puisi, 1950). Ketiga karya tersebut diciptakan oleh Chairil Anwar. Di samping itu, karya sastra angkatan 45 lain adalah Surat Kertas hijau (kumpulan puisi) karya Sitor Sitomorang, Bunga Rumah Makan (drama) karya Utuy Tatang Sontani, Sedih dan Gembira (drama) karya Usmar Ismail, Surat Singkat Tentang Essai (buku kumpulan Essai) karya Asrul Sani, Kesusasteraan Indonesia Modern Dalam Kritik dan Essai (Kupasan kritik dan essai tentang sastra Indonesia) karya H.B.Jassin, Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma (kumpulan cerpen) karya Idrus, Atheis (roman) karya Achdiat Karta Miharja, Chairil anwar

pelopor Angkatan 45 (essai) karya H.B.Jassin, dan sebagainya.


(4). A N G K A T A N 66

Nama angkatan 66 dikemukakan oleh H.B.Jassin. Angkatan 66 muncul di tengah-tengah keadaan politik bangsa Indonesia yang sedang kacau. Kekacauan politik itu terjadi karena adanya teror PKI. Akibat kekacauan politik itu, membuat keadaan bangsa Indonesia kacau dalam bidang kesenian dan kesusatraan. Akibatnya kelompok lekra di bawah PKI bersaing dengan kelompok Manikebu yang memegang sendi-sendi kesenian, kedamaian, dan pembangunan bangsa dan Pancasila.

Ciri-ciri Angkatan 66, yaitu tema protes sosial dan politik, bercorak realisme, mementingkan isi, dan memperhatikan nilai estetis. Karya sastra yang paling dominan pada angkatan 66 ini adalah puisi yang berbau protes.

Beberapa karya sastra pada masa angkatan 66 antara lain Tirani (kumpulan puisi) karya Taufik Ismail, Pahlawan Tak dikenal (kumpulan puisi) karya Toto sudarto Bachtiar, Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan puisi) karya W.S. Rendra, Malam Jahanam (drama) karya Motinggo Busye, Kapai-Kapai (drama) karya Arifin C.Noer, Perjalanan Penganten (kisah) karya Ajip Rosidi, Seks sastra kita (Essai) karya Hartoyo Andang Jaya, Pagar Kawat berduri (roman) karya Toha Mohtar, Pelabuhan Hati (roman) karya Titis Basino, Pulang (novel) karya Toha Mochtar, Robohnya Surau Kami (Cerpen) karya A.A. Navis, Merahnya Merah, Koong, Ziarah (novel) karya Iwan simatupang, Burung-Burung Manyar (novel) karya Y.B. Mangunwijaya, Harimau-Hariamau (novel ) karya Mochtar lubis, Hati Yang Damai, Dua Dunia, Pada Sebuah Kapal, La Barka, Namaku Hiroko (novel) karya N.H. Dini.


Pengikut